Selasa, 30 September 2014

DESTINY chapter 8



DESTINY
Author : Dhytha
Main Cast : Naeun, Kai, Gikwang and another

Chapter 8
            Bukan sebuah penjelasan yang di terima Naeun, melainkan sebuah ciuman lembut. Bibir kai menyapu lembut bibir Naeun dan membuat Naeun hanya diam. Naeun mencengkram rok nya dan menutup matanya seolah ia telah tenggalam dalam ciuman manis yang telah di berikan Kai. Namun tidak untuk waktu yang lama. Naeun mendorong tubuh Kai dan menjauhinya beberapa langkah ke belakang.

“Usaha yang bagus Kim Jong In” Naeun mengusap bibirnya dengan punggung tangannya.

“Kau tidak perlu khawatir, tidak akan ada korban lagi” ucapan Kai begitu meyakinkan, tetapi Naeun tak ingin begitu saja menaruh kepercayaan.

“Kau ingin aku mempercayai ucapan mu?” Naeun berkacak pinggang.

“Terserah” Kai hanya menjawab dengan satu kata dan berjalan ke arah mobilnya di parkir. Ia mengambil tas Naeun dan menyerahkannya pada Naeun.

“Taman ini dekat dengan rumah mu kan?” Kai bertanya seraya menyerahkan tas Naeun.

“Berjalan kaki sepuluh menit kau akan sampai rumah. Mianhe, aku tak bisa mengantar mu sampai depan rumah” Kai meninggalkan Naeun, Naeun menyunggingkan senyum kesal karena Kai bisa-bisanya meninggalkannya begitu saja.

“Yaak! Kim Jong In-ah!” Naeun berteriak agar Kai kembali. Namun teriakan Naeun sia-sia.

“Aku akan selesaikan sisa nya. Percayalah permainan ini akan berakhir” ucap Kai sebelum 
benar-benar meninggalkan Naeun dan pergi bersama cheverolet kuningnya.

“Aish! Jinja! Napeun namja!” Naeun mengumpat Kai. Namun Kai tidak akan mendengarnya.
***
            Kai memberhentikan cheverolet kuningnya di sebelah accord hitam yang terpakir di hadapan sungai han. Gikwang berdiri menghadap sungai dengan kedua tangan di sembunyikan di balik saku celana hitamnya. Kai keluar dari mobil dan berjalan mendekat Gikwang. Tiba-tiba sebuah bogem mentah Gikwang mendarat di wajah Kai sebelah kanan dan membuat sudut mulut kanan Kai mengeluarkan sedikit darah. Tidak melawan, Kai malah menyunggingkan senyum sinis dan mengusap darah yang keluar dari sudut mulutnya.

“Kenapa kau melakukannya?” suara Gikwang parau, ia benar-benar marah.

“Karena aku ingin” jawaban Kai benar-benar enteng.

“Michoseo!” satu bogeman lagi Gikwang arahkan ke wajah kiri Kai. Mata kiri Kai lebam.

“Kau yang sudah gila!” Kai mencengkram kerah baju Gikwang dan menatap tajam mata Gikwang.

“Membunuh. Apa itu yang kau katakan sebagai perlindungan?” ucapan Kai dingin dan menusuk ke setiap celah telinga Gikwang.

“Aku tidak membunuh!” Gikwang berusaha melepaskan cengkraman tangan Kai yang begitu kuat dari kerah bajunya.

“Nde, kau tidak membunuh. Kau hanya merasuki alam bahwa sadarnya. Kau tidak lebih dari seorang psikopat!” Kai melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga Gikwang terdorong sedikit ke belakang.

“Kau ingin jawaban kenapa aku melakukannya?” Kai kembali ke topik kenapa Kai mencium Naeun. Gikwang tidak menjawab, ia hanya mengepalkan tangannya semakin kuat.

“Karena aku tau, kau tak akan membunuh ku. Naeun tak ingin ada korban lagi. Dia sudah tau kalau kau adalah pelaku di balik semua permainan ini” Kai berusaha mengatur nafas. Lagi-lagi Gikwang hanya terdiam.

“Kau menyesal? Karena Naeun telah mengetahui semua?”

“Sama sekali tidak” jawaban Gikwang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, namun justru menunjukkan kepuasan. Sebuah senyum tipis tanda kemenangan terulas di wajahnya.

“Dia ingin permainan ini berakhir? Baiklah, tinggal satu langkah lagi maka, permainan ini akan berakhir” lanjut Gikwang penuh dengan tekad dan entah rencana apa lagi yang telah ia susun.

“Lebih cepat kau mengambil langkah itu, lebih baik” sahut Kai dan melangkah pergi meninggalkan Gikwang dan sungai han. Menginjak pedal gas dan kembali menyusuri jalan, pulang ke rumah.
***
            Keesokan harinya. Sungyeol menghadap Xiumin, kepala karyawan di mall Infinite. Ia menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai karyawan. Sebenarnya Xiumin masih menyayangkan bahwa Sungyeol harus dengan tiba-tiba mengundurkan diri.

“Apa keputusan mu ini sudah bulat?” Xiumin menanyakan lagi keputusan Sungyeol.

“Nde. Aku harus berhenti dan melanjutkan sekolah ku di Amerika” jawab Sungyeol tegas dan tenang.

“Baiklah, sepertinya kau sudah membangun benteng cukup kuat agar siapa pun tidak bisa merobohkan benteng keputusan mu untuk berhenti bekerja di sini” ucapan Xiumin benar-benar merasa kehilangan. Tentu saja, Sungyeol adalah pegawai teladan yang di sayangi Xiumin.

“Gamsahamnida. Aku tidak akan melupakan semua kebaikan mu” Sungyeol memberikan ucapan terima kasih dan salam perpisahan. Xiumin bangkit dari tempat duduknya yang nyaman dan mendekat pada Sungyeol dan memeluknya. Xiumin tampak seperti memeluk tiang, mengingat tubuh Sungyeol yang lebih tinggi darinya.

            Beberapa menit kemudian Sungyeol keluar dari ruangan Xiumin dan ia bertemu dengan Sehun. Sehun menyeretnya ke tangga darurat.
“Kau benar-benar ingin pergi?” Sehun bertanya dengan perasaan akan kehilangan seorang sahabat.

“Nde. Uljima” Sungyeol menepuk bahu Sehun, agar Sehun tegar dan tidak mengeluarkan air mata.

“Kenapa begitu tiba-tiba?” Sehun bertanya lagi dan berusaha tegar untuk tidak mengeluarkan air mata.

“Ini tidak tiba-tiba. Aku sudah merencanakannya. Ini impian ku, aku tidak bisa melewatkannya begitu saja” ucapan Sungyeol membuat Sehun percaya begitu saja. Sehun menunduk terdiam.

“Jaga dirimu baik-baik. Gomawo, untuk selama ini. Kau sudah menjadi teman yang baik. Aku tidak akan melupakan mu” Ucap Sungyeol menyampaikan salam perpisahan. Ia berbalik,

“Aku tidak akan pernah mengatakannya pada siapa pun, bahwa kau telah memasuki ruang pemutaran iklan pada malam itu. Kenapa kau masih tetap akan pergi?” Sehun mengucapkan kalimat yang membuat Sungyeol menghentikan langkahnya.

“Tentu saja kau tidak akan mengatakannya, karena kau adalah teman baik ku. Mianhe hajiman, ini sudah keputusan ku” senyum tipis menghiasi wajah Sungyeol. Ia pun pergi meninggalkan Sehun. Meninggalkan mall Infinite dan Seoul. Dan menuju ke Amerika.
***
            Hari ini Minhyuk tidak masuk sekolah. Ia terlalu malu untuk bertemu dengan Naeun dan yang lainnya. Mengingat bahwa hyung nya lah yang berada di balik permainan konyol ini. Minhyuk keluar dari rumahnya dan membawa pergi hyundai biru nya.

            Dua puluh menit kemudian, ia memberhentikannya mobilnya di sebuah lobbi hotel. Ia turun dan berjalan melewati pintu masuk menuju lift. Ia menekan tombol lantai 32 tempat kantor Minhyuk berada. Tak lama kemudian, Minhyuk sudah berada di lantai 32 dan menerobos masuk ke dalam kantor Gikwang. Ia tidak peduli dengan sekretaris Gikwang yang sudah melarangnya masuk karena di dala ruangan masih ada tamu. Dengan kasar Minhyuk membuka pintu dan semua orang yang ada di dalam ruangan terkejut.

            Gikwang sedikit kaget dan merasa tidak enak dengan kliennya. Ia pun meminta maaf dan ia membuat janji akan bertemu kembali besok. Klien Gikwang meninggalkan ruangan dengan melewati Minhyuk yang masih berdiri di ambang pintu. Setelah semua pergi dan tinggal Minhyuk dan Gikwang saja yang berada di ruangan. Minhyuk meleparkan surat misterius di hadapan meja Gikwang.

“Bagaimana kau akan menjelaskan ini?” suara Minhyuk dingin penuh emosi.

“Kau juga mengetahuinya?” suara Gikwang santai.

“Jawab pertanyaan ku!” Minhyuk menatap tajam hyung nya. Seumur hidupnya, ia tak pernah semarah ini dengan kakaknya.

“Kau ingin aku menjelaskan semuanya?” Gikwang seperti mengulur-ulur waktu untuk menjawab pertanyaan Minhyuk.

“Ku rasa kau sudah mengetahuinya semua, lalu untuk apa kau meminta ku untuk menjelaskan lagi?” Gikwang berdiri mendekat Minhyuk.

“Seharusnya Jiyeon tau, kalau psikopat itu bukanlah Naeun. Melainkan kau hyung!”

“Jiyeon?” Gikwang mengulang nama Jiyeon.

“Karena ulah mu lah, Naeun mendapatkan julukan psikopat. Sadarkah kau hyung? kau tidak pernah melindunginya selama ini. Anggapan kau melindunginya benar-benar salah! Kau hanya justru membuatnya ia semakin rapuh!”

“Hentikan!” Gikwang membentak Minhyuk yang belum selesai bicara. Ia tak mau mendengar ucapan Minhyuk lagi.

“Naga! Kka!” Gikwang menyuruh Minhyuk keluar, ia tak mau melihatnya lagi. Dengan kasar Minhyuk membanting pintu dan meninggalkan Gikwang bersama dengan keheningan. Gikwang memijat keningnya. Merasa kesal dan meraih gelas di atas meja dan membantingnya.
***
            Chorong hari ini ijin tidak bekerja. Ia beralasan ada kepentingan yang mendesak. Namun sebenarnya ia sedang bingung, memikirkan percakapan pada malam saat Woohyun menemuinya.

Flashback
            Woohyun memasuki rumah Chorong. Ia melihat setiap sudut rumah Chorong. Sangat tertata rapi. Chorong melangkahkan kakinya menuju dapur dan membuat dua gelas coklat hangat. Sepuluh menit kemudian, Chorong bersama dua gelas coklat hangat menghampiri Woohyun yang sedang duduk bersantai di halaman samping menatap malam yang bertabur sedikit bintang.

“Udaranya di sini enak” ucap Woohyun menerima segelas coklat hangat. Chorong duduk di sampingnya.

“Nde, aku sering menghabiskan waktu ku di sini” Chorong menyesap coklat hangatnya.

“Bagaimana perjalanan bisnis mu?” Chorong bertanya dan meletakkan gelasnya di atas meja.

“Cukup menyenangkan dan meneganggkan”

“Kau pasti tegang saat kau presentasi dan kau pasti senang saat presetasi mu di terima baik dan mereka menyetujui untuk tanda tangan kerja sama” tebakan Chorong seolah-olah menjadi hiburan bagi Woohyun. Woohyun tersenyum tipis.

“Sampai kapan kau akan bekerja di sana?” ganti Woohyun yang melemparkan pertanyaan.

“Entahlah, sampai aku bosan. Mungkin” jawaban Chorong tak pasti. Woohyun meletakkan gelasnya dan meraih tangan Chorong. Ia melihat tak ada cincin yang melingkar di jari Chorong. Jadi waktu itu Hoya belum mengatakan apa-apa, batin Woohyun.

“Tinggalah di sisi ku” Woohyun meminta. Ia mengeluarkan kotak kecil dari saku jasnya dan membuka kotak kecil berwarna hitam itu. Sebuah cincin berlian. Woohyun dengan perlahan menyematkan cincin berlian itu di jari manis Chorong.

“Menikahlah dengan ku” suara Woohyun lembut dan benar-bnar memohon untuk Chorong meneria permintaannya. Chorong hanya terdiam, senyum tipis rasa haru menyelimutinya. Ia menunduk dan menteskan air mata. Woohyun memegang dagu Chorong untuk menatapnya lebih dekat. Chorong tak mampu untuk berkata-kata lagi. Woohyun menyapu bibir lembut Chorong dengan bibirnya. Dan malam itu menjadi malam panjang bagi mereka berdua dengan ciuman di bawah malam yang bertabur bintang.
 Flashbackend

           Chorong menatap jari manisnya yang telah terhiasi oleh cincin berlian dari Woohyun. Chorong mendekap dirinya untuk mengusir rasa bingungnya. Namun itu hanya sementara. Ia pun berjalan menaikai tangga dan masuk ke dalam kamar.
***
            Zelo menatap Naeun dari ambang pintu kelas IIIA. Ia ingin Naeun menjelaskan apa maksud perkataannya kemarin. Zelo memasuki kelas IIIA dan meraih tangan Naeun. Bomi dan Eunji melotot melihat tingkah Zelo.

“Apa yang kau lakukan?” Naeun menatap tangannya yang telah di cengkram Zelo dan kemudian menatap Zelo.

“Kita harus bicara” Zelo menarik Naeun keluar dari kelas dan berjalan menyusuri koridor kelas hingga sampai pada taman samping kelas III.

“Sepenting itukah sampai kau harus menyeret ku ke sini?” Naeun melepaskan cengkraman tangan Zelo.

“Jelaskan, apa maksud perkataan mu kemarin” Zelo tak mau berbelit-belit lagi. Naeun terdiam sejenak berusaha mengingat.

“Kemarin?” Naeun berusaha menggali memorinya tentang apa yang telah ia katakan pada Zelo kemarin.

“Kita teman dan kau tak ingin itu berubah sampai kapan pun. Apa kau pernah menganggap aku bukan teman mu lagi?” Zelo melemparkan pertanyaan.

“Itu bisa terjadi bukan? Aku hanya ingin kau tidak, menaruh perasaan apa pun terhadap ku” jawab Naeun.

“Waeyo?” Zelo ingin penjelasan.

“Yura menyukai mu, aku tidak ingin terjadi salah paham. Dia sudah lama menyukai mu” Naeun akhirnya mengatakan hal yang menjadi rahasia Yura selama ini.

“MWO?” Zelo tidak percaya bahwa selama ini Yura telah menyukainya.

“Sebaiknya itu kau selesaikan sendiri dengannya. Urusan kita selesai” Naeun melangkah pergi meninggalkan Zelo yang masih diam berdiri dengan rasa tidak percaya yang menyerangnya begitu tiba-tiba.

          Saat Naeun akan kembali ke kelas, ia bertemu dengan Kai dan berhenti. Mereka berdua saling bertukar pandang. Kai mengedipkan satu matanya dengan senyum menggoda, namun yeoja yang di belakang Naeun yang kegeeran. Naeun tau bahwa senyum menggoda Kai sedang di tujukan padanya tapi Naeun mengacuhkannya, dan pergi begitu saja.
***
            Gikwang duduk di meja kerjanya, merenungkan ucapan Minhyuk. Separuh dari hati Gikwang ia merasa bersalah, separuhnya lagi ia merasa puas. Menurutnya kematian Minho, Taemin dan Min Ah adalah bukan kesalahannya. Itu sudah menjadi takdir mereka. Begitu pula dengan kelahiran Naeun di dunia ini adalah untuknya.

           Ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan foto Naeun yang mengenakan seragam sekolah menengah pertama. Dan di samping foto itu, terdapat kotak kecil yang berisi kalung putih dengan love dan bintang sebagai liontinnya. Tak lama melihat kedua benda itu, Gikwang mengembalikannya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jas nya. Ia menghubungi nomor Chorong.

           Enam puluh menit kemudian. Accord hitam terparkir manis di depan sebuah cafe. Gikwang duduk dengan secangkir kopi di depannya. Tap tap tap, langkah kaki dari sepatu high hells mendekati Gikwang.

“Annyeong” Chorong menarik kursi di depan Gikwang, dan duduk manis di hadapannya.

“Waseo” Gikwang menyambutnya dengan senyuman dan mendapatkan jawaban anggukan dari Chorong.

“Kau ingin pesan apa?” Gikwang bertanya sambil melihat menu yang tertera di bar tender.

“Apa kau pelayan di baru?” Chorong sedikit mengajak bercanda. Dan tawa kecil pun pecah di antara mereka.

“Bagaimana kabar mu?” ucap Gikwang.

“Baik. Kau sendiri?”

“Seperti yang kau lihat. Bagaimana dengan Naeun?”

“Dia baik. Kau merindukannya?” Chorong menanyakan hal itu karena ia tau bahwa Gikwang telah lama menyukai adiknya. Dan Gikwang hanya tersenyum tipis tanda bahwa ia memeang merindukan Naeun.

“Jika kau merindukannya, seharusnya kau bertemu dengan dia. Lalu apa yang akan kau bicara kan dengan ku?” Chorong kembali bertanya.

           Sebelum menjawab pertanyaan Chorong, Gikwang mengambil cangkir kopi di hadapannya dan menyesapnya sedikit dan meletakkannya kembali. Gikwang menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia menatap mata Chorong lekat-lekat dan Chorong sendiri merasa sedikit aneh.

“Chorong, dengarkan aku baik-baik. Aku tak akan mengulang kata-kata ku dan hal ini sangat penting sekali” ucapan Gikwang tenang, penuh dengan penekanan dan membuat Chorong hanya mengangguk pelan. Ia telah terhipnotis oleh Gikwang.

“Sampaikan pada Naeun, dia harus menemui ku pukul 10 pagi, besok di bandara. Apa pun yang akan terjadi pada Naeun, kau harus mempercayai ku dan menyerahkannya pada ku. Karena Naeun adalah takdir ku, dan kau tak bisa mengelak dari takdir” Gikwang diam melihat respon Chorong.

“Aku akan mempercayai mu apapun yang terjadi pada Naeun, karena Naeun adalah takdir mu” Chorong mengucapkan kalimat itu dengan nada datar.

“Kau akan melupakan ucapan ku tadi setelah aku meninggalkan mu di sini, dan kau akan mengingatnya setelah mendengar bunyi dentang jam yang menunjukkan pukul 9 pagi esok. Dan sejak saat itu, kau telah menyerahkan Naeun pada ku. HA NYA KE PA DA KU” Gikwang memberikan tekanan pada kalimat terakhir.

“Aku akan melupakannya dan aku akan mengingatnya kembali. Hanya pada mu ku serahkan dan mempercayai mu untuk Naeun” Chorong benar-benar seperti berbicara pada seorang tuannya. Gikwang merasa puas dan ia meninggalkan Chorong.

Setelah accord hitam meninggalkan cafe. Chorong menyesap secangkir kopinya dan menghela nafas panjang. Ia bangkit dan meninggalkan cafe. Dan Chorong telah menganggap percakapannya dengan Gikwang tadi adalah percakapan biasa dan Chorong telah berfikir bahwa Gikwang pergi karena ada urusan kerja.

           Hipnotis Gikwang akan bekerja pada pukul 9 pagi esok. Di mana Chorong akan mengingat pesan Gikwang dan benar-benar akan menyerahkan Naeun dan mempercayai Gikwang sepenuhnya apa pun yang akan terjadi pada Naeun. dan Chorong tidak akan mengindahkan ucapan siapa pun. Tapi untuk apa Naeun harus menemui Gikwang di bandara?

           Gikwang melajukan accord hitamnya dan senyuman puas menghiasi wajahnya.
“Sedikit lagi changi-yaa, permainan ini akan berakhir dengan indah”

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar