DESTINY
Author : Dhytha
Main Cast : Naeun, Kai, Gikwang
and another
Chapter
8
Bukan sebuah penjelasan yang di
terima Naeun, melainkan sebuah ciuman lembut. Bibir kai menyapu lembut bibir
Naeun dan membuat Naeun hanya diam. Naeun mencengkram rok nya dan menutup
matanya seolah ia telah tenggalam dalam ciuman manis yang telah di berikan Kai.
Namun tidak untuk waktu yang lama. Naeun mendorong tubuh Kai dan menjauhinya
beberapa langkah ke belakang.
“Usaha yang bagus Kim Jong In” Naeun mengusap bibirnya dengan
punggung tangannya.
“Kau tidak perlu khawatir, tidak
akan ada korban lagi”
ucapan Kai begitu meyakinkan, tetapi Naeun tak ingin begitu saja menaruh
kepercayaan.
“Kau ingin aku mempercayai ucapan
mu?” Naeun
berkacak pinggang.
“Terserah” Kai hanya menjawab dengan satu
kata dan berjalan ke arah mobilnya di parkir. Ia mengambil tas Naeun dan
menyerahkannya pada Naeun.
“Taman ini dekat dengan rumah mu
kan?” Kai
bertanya seraya menyerahkan tas Naeun.
“Berjalan kaki sepuluh menit kau
akan sampai rumah. Mianhe, aku tak bisa mengantar mu sampai depan rumah” Kai meninggalkan Naeun, Naeun
menyunggingkan senyum kesal karena Kai bisa-bisanya meninggalkannya begitu
saja.
“Yaak! Kim Jong In-ah!” Naeun berteriak agar Kai
kembali. Namun teriakan Naeun sia-sia.
“Aku akan selesaikan sisa nya.
Percayalah permainan ini akan berakhir” ucap Kai sebelum
benar-benar meninggalkan Naeun dan
pergi bersama cheverolet kuningnya.
“Aish! Jinja! Napeun namja!” Naeun mengumpat Kai. Namun Kai
tidak akan mendengarnya.
***
Kai memberhentikan cheverolet
kuningnya di sebelah accord hitam yang terpakir di hadapan sungai han. Gikwang
berdiri menghadap sungai dengan kedua tangan di sembunyikan di balik saku
celana hitamnya. Kai keluar dari mobil dan berjalan mendekat Gikwang. Tiba-tiba
sebuah bogem mentah Gikwang mendarat di wajah Kai sebelah kanan dan membuat sudut
mulut kanan Kai mengeluarkan sedikit darah. Tidak melawan, Kai malah
menyunggingkan senyum sinis dan mengusap darah yang keluar dari sudut mulutnya.
“Kenapa kau melakukannya?” suara Gikwang parau, ia
benar-benar marah.
“Karena aku ingin” jawaban Kai benar-benar enteng.
“Michoseo!” satu bogeman lagi Gikwang
arahkan ke wajah kiri Kai. Mata kiri Kai lebam.
“Kau yang sudah gila!” Kai mencengkram kerah baju
Gikwang dan menatap tajam mata Gikwang.
“Membunuh. Apa itu yang kau
katakan sebagai perlindungan?”
ucapan Kai dingin dan menusuk ke setiap celah telinga Gikwang.
“Aku tidak membunuh!” Gikwang berusaha melepaskan
cengkraman tangan Kai yang begitu kuat dari kerah bajunya.
“Nde, kau tidak membunuh. Kau
hanya merasuki alam bahwa sadarnya. Kau tidak lebih dari seorang psikopat!” Kai melepaskan cengkramannya
dengan kasar hingga Gikwang terdorong sedikit ke belakang.
“Kau ingin jawaban kenapa aku
melakukannya?”
Kai kembali ke topik kenapa Kai mencium Naeun. Gikwang tidak menjawab, ia hanya
mengepalkan tangannya semakin kuat.
“Karena aku tau, kau tak akan
membunuh ku. Naeun tak ingin ada korban lagi. Dia sudah tau kalau kau adalah
pelaku di balik semua permainan ini”
Kai berusaha mengatur nafas. Lagi-lagi Gikwang hanya terdiam.
“Kau menyesal? Karena Naeun telah
mengetahui semua?”
“Sama sekali tidak” jawaban Gikwang sama sekali
tidak menunjukkan penyesalan, namun justru menunjukkan kepuasan. Sebuah senyum
tipis tanda kemenangan terulas di wajahnya.
“Dia ingin permainan ini
berakhir? Baiklah, tinggal satu langkah lagi maka, permainan ini akan berakhir”
lanjut Gikwang
penuh dengan tekad dan entah rencana apa lagi yang telah ia susun.
“Lebih cepat kau mengambil
langkah itu, lebih baik”
sahut Kai dan melangkah pergi meninggalkan Gikwang dan sungai han. Menginjak
pedal gas dan kembali menyusuri jalan, pulang ke rumah.
***
Keesokan harinya. Sungyeol menghadap
Xiumin, kepala karyawan di mall Infinite. Ia menyerahkan surat pengunduran
dirinya sebagai karyawan. Sebenarnya Xiumin masih menyayangkan bahwa Sungyeol
harus dengan tiba-tiba mengundurkan diri.
“Apa keputusan mu ini sudah
bulat?” Xiumin
menanyakan lagi keputusan Sungyeol.
“Nde. Aku harus berhenti dan
melanjutkan sekolah ku di Amerika”
jawab Sungyeol tegas dan tenang.
“Baiklah, sepertinya kau sudah
membangun benteng cukup kuat agar siapa pun tidak bisa merobohkan benteng
keputusan mu untuk berhenti bekerja di sini” ucapan Xiumin benar-benar merasa kehilangan. Tentu
saja, Sungyeol adalah pegawai teladan yang di sayangi Xiumin.
“Gamsahamnida. Aku tidak akan
melupakan semua kebaikan mu”
Sungyeol memberikan ucapan terima kasih dan salam perpisahan. Xiumin bangkit
dari tempat duduknya yang nyaman dan mendekat pada Sungyeol dan memeluknya.
Xiumin tampak seperti memeluk tiang, mengingat tubuh Sungyeol yang lebih tinggi
darinya.
Beberapa menit kemudian Sungyeol
keluar dari ruangan Xiumin dan ia bertemu dengan Sehun. Sehun menyeretnya ke
tangga darurat.
“Kau benar-benar ingin pergi?” Sehun bertanya dengan perasaan
akan kehilangan seorang sahabat.
“Nde. Uljima” Sungyeol menepuk bahu Sehun,
agar Sehun tegar dan tidak mengeluarkan air mata.
“Kenapa begitu tiba-tiba?” Sehun bertanya lagi dan berusaha
tegar untuk tidak mengeluarkan air mata.
“Ini tidak tiba-tiba. Aku sudah
merencanakannya. Ini impian ku, aku tidak bisa melewatkannya begitu saja” ucapan Sungyeol membuat Sehun
percaya begitu saja. Sehun menunduk terdiam.
“Jaga dirimu baik-baik. Gomawo,
untuk selama ini. Kau sudah menjadi teman yang baik. Aku tidak akan melupakan
mu” Ucap
Sungyeol menyampaikan salam perpisahan. Ia berbalik,
“Aku tidak akan pernah
mengatakannya pada siapa pun, bahwa kau telah memasuki ruang pemutaran iklan
pada malam itu. Kenapa kau masih tetap akan pergi?” Sehun mengucapkan kalimat yang
membuat Sungyeol menghentikan langkahnya.
“Tentu saja kau tidak akan
mengatakannya, karena kau adalah teman baik ku. Mianhe hajiman, ini sudah
keputusan ku” senyum
tipis menghiasi wajah Sungyeol. Ia pun pergi meninggalkan Sehun. Meninggalkan
mall Infinite dan Seoul. Dan menuju ke Amerika.
***
Hari ini Minhyuk tidak masuk
sekolah. Ia terlalu malu untuk bertemu dengan Naeun dan yang lainnya. Mengingat
bahwa hyung nya lah yang berada di balik permainan konyol ini. Minhyuk keluar
dari rumahnya dan membawa pergi hyundai biru nya.
Dua puluh menit kemudian, ia
memberhentikannya mobilnya di sebuah lobbi hotel. Ia turun dan berjalan
melewati pintu masuk menuju lift. Ia menekan tombol lantai 32 tempat kantor
Minhyuk berada. Tak lama kemudian, Minhyuk sudah berada di lantai 32 dan
menerobos masuk ke dalam kantor Gikwang. Ia tidak peduli dengan sekretaris
Gikwang yang sudah melarangnya masuk karena di dala ruangan masih ada tamu.
Dengan kasar Minhyuk membuka pintu dan semua orang yang ada di dalam ruangan
terkejut.
Gikwang sedikit kaget dan merasa
tidak enak dengan kliennya. Ia pun meminta maaf dan ia membuat janji akan
bertemu kembali besok. Klien Gikwang meninggalkan ruangan dengan melewati
Minhyuk yang masih berdiri di ambang pintu. Setelah semua pergi dan tinggal
Minhyuk dan Gikwang saja yang berada di ruangan. Minhyuk meleparkan surat
misterius di hadapan meja Gikwang.
“Bagaimana kau akan menjelaskan
ini?” suara
Minhyuk dingin penuh emosi.
“Kau juga mengetahuinya?” suara Gikwang santai.
“Jawab pertanyaan ku!” Minhyuk menatap tajam hyung nya.
Seumur hidupnya, ia tak pernah semarah ini dengan kakaknya.
“Kau ingin aku menjelaskan
semuanya?”
Gikwang seperti mengulur-ulur waktu untuk menjawab pertanyaan Minhyuk.
“Ku rasa kau sudah mengetahuinya
semua, lalu untuk apa kau meminta ku untuk menjelaskan lagi?” Gikwang berdiri mendekat Minhyuk.
“Seharusnya Jiyeon tau, kalau
psikopat itu bukanlah Naeun. Melainkan kau hyung!”
“Jiyeon?” Gikwang mengulang nama Jiyeon.
“Karena ulah mu lah, Naeun
mendapatkan julukan psikopat. Sadarkah kau hyung? kau tidak pernah
melindunginya selama ini. Anggapan kau melindunginya benar-benar salah! Kau
hanya justru membuatnya ia semakin rapuh!”
“Hentikan!” Gikwang membentak Minhyuk yang
belum selesai bicara. Ia tak mau mendengar ucapan Minhyuk lagi.
“Naga! Kka!” Gikwang menyuruh Minhyuk keluar,
ia tak mau melihatnya lagi. Dengan kasar Minhyuk membanting pintu dan
meninggalkan Gikwang bersama dengan keheningan. Gikwang memijat keningnya.
Merasa kesal dan meraih gelas di atas meja dan membantingnya.
***
Chorong hari ini ijin tidak bekerja.
Ia beralasan ada kepentingan yang mendesak. Namun sebenarnya ia sedang bingung,
memikirkan percakapan pada malam saat Woohyun menemuinya.
Flashback
Woohyun memasuki rumah Chorong. Ia
melihat setiap sudut rumah Chorong. Sangat tertata rapi. Chorong melangkahkan
kakinya menuju dapur dan membuat dua gelas coklat hangat. Sepuluh menit
kemudian, Chorong bersama dua gelas coklat hangat menghampiri Woohyun yang
sedang duduk bersantai di halaman samping menatap malam yang bertabur sedikit
bintang.
“Udaranya di sini enak” ucap Woohyun menerima segelas
coklat hangat. Chorong duduk di sampingnya.
“Nde, aku sering menghabiskan
waktu ku di sini”
Chorong menyesap coklat hangatnya.
“Bagaimana perjalanan bisnis mu?” Chorong bertanya dan meletakkan
gelasnya di atas meja.
“Cukup menyenangkan dan
meneganggkan”
“Kau pasti tegang saat kau
presentasi dan kau pasti senang saat presetasi mu di terima baik dan mereka
menyetujui untuk tanda tangan kerja sama” tebakan Chorong seolah-olah menjadi hiburan bagi
Woohyun. Woohyun tersenyum tipis.
“Sampai kapan kau akan bekerja di
sana?” ganti
Woohyun yang melemparkan pertanyaan.
“Entahlah, sampai aku bosan.
Mungkin” jawaban
Chorong tak pasti. Woohyun meletakkan gelasnya dan meraih tangan Chorong. Ia
melihat tak ada cincin yang melingkar di jari Chorong. Jadi waktu itu Hoya
belum mengatakan apa-apa, batin Woohyun.
“Tinggalah di sisi ku” Woohyun meminta. Ia mengeluarkan
kotak kecil dari saku jasnya dan membuka kotak kecil berwarna hitam itu. Sebuah
cincin berlian. Woohyun dengan perlahan menyematkan cincin berlian itu di jari
manis Chorong.
“Menikahlah dengan ku” suara Woohyun lembut dan
benar-bnar memohon untuk Chorong meneria permintaannya. Chorong hanya terdiam,
senyum tipis rasa haru menyelimutinya. Ia menunduk dan menteskan air mata.
Woohyun memegang dagu Chorong untuk menatapnya lebih dekat. Chorong tak mampu
untuk berkata-kata lagi. Woohyun menyapu bibir lembut Chorong dengan bibirnya.
Dan malam itu menjadi malam panjang bagi mereka berdua dengan ciuman di bawah
malam yang bertabur bintang.
Flashbackend
Chorong menatap jari manisnya yang
telah terhiasi oleh cincin berlian dari Woohyun. Chorong mendekap dirinya untuk
mengusir rasa bingungnya. Namun itu hanya sementara. Ia pun berjalan menaikai
tangga dan masuk ke dalam kamar.
***
Zelo menatap Naeun dari ambang pintu
kelas IIIA. Ia ingin Naeun menjelaskan apa maksud perkataannya kemarin. Zelo
memasuki kelas IIIA dan meraih tangan Naeun. Bomi dan Eunji melotot melihat
tingkah Zelo.
“Apa yang kau lakukan?” Naeun menatap tangannya yang
telah di cengkram Zelo dan kemudian menatap Zelo.
“Kita harus bicara” Zelo menarik Naeun keluar dari
kelas dan berjalan menyusuri koridor kelas hingga sampai pada taman samping
kelas III.
“Sepenting itukah sampai kau
harus menyeret ku ke sini?”
Naeun melepaskan cengkraman tangan Zelo.
“Jelaskan, apa maksud perkataan
mu kemarin” Zelo
tak mau berbelit-belit lagi. Naeun terdiam sejenak berusaha mengingat.
“Kemarin?” Naeun berusaha menggali
memorinya tentang apa yang telah ia katakan pada Zelo kemarin.
“Kita teman dan kau tak ingin itu
berubah sampai kapan pun. Apa kau pernah menganggap aku bukan teman mu lagi?” Zelo melemparkan pertanyaan.
“Itu bisa terjadi bukan? Aku
hanya ingin kau tidak, menaruh perasaan apa pun terhadap ku” jawab Naeun.
“Waeyo?” Zelo ingin penjelasan.
“Yura menyukai mu, aku tidak
ingin terjadi salah paham. Dia sudah lama menyukai mu” Naeun akhirnya mengatakan hal
yang menjadi rahasia Yura selama ini.
“MWO?” Zelo tidak percaya bahwa selama
ini Yura telah menyukainya.
“Sebaiknya itu kau selesaikan
sendiri dengannya. Urusan kita selesai” Naeun melangkah pergi meninggalkan Zelo yang masih
diam berdiri dengan rasa tidak percaya yang menyerangnya begitu tiba-tiba.
Saat Naeun akan kembali ke kelas, ia
bertemu dengan Kai dan berhenti. Mereka berdua saling bertukar pandang. Kai
mengedipkan satu matanya dengan senyum menggoda, namun yeoja yang di belakang
Naeun yang kegeeran. Naeun tau bahwa senyum menggoda Kai sedang di tujukan
padanya tapi Naeun mengacuhkannya, dan pergi begitu saja.
***
Gikwang duduk di meja kerjanya,
merenungkan ucapan Minhyuk. Separuh dari hati Gikwang ia merasa bersalah,
separuhnya lagi ia merasa puas. Menurutnya kematian Minho, Taemin dan Min Ah
adalah bukan kesalahannya. Itu sudah menjadi takdir mereka. Begitu pula dengan
kelahiran Naeun di dunia ini adalah untuknya.
Ia membuka laci mejanya dan
mengeluarkan foto Naeun yang mengenakan seragam sekolah menengah pertama. Dan
di samping foto itu, terdapat kotak kecil yang berisi kalung putih dengan love
dan bintang sebagai liontinnya. Tak lama melihat kedua benda itu, Gikwang
mengembalikannya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jas nya. Ia menghubungi
nomor Chorong.
Enam puluh menit kemudian. Accord
hitam terparkir manis di depan sebuah cafe. Gikwang duduk dengan secangkir kopi
di depannya. Tap tap tap, langkah kaki dari sepatu high hells mendekati
Gikwang.
“Annyeong” Chorong menarik kursi di depan
Gikwang, dan duduk manis di hadapannya.
“Waseo” Gikwang menyambutnya dengan
senyuman dan mendapatkan jawaban anggukan dari Chorong.
“Kau ingin pesan apa?” Gikwang bertanya sambil melihat
menu yang tertera di bar tender.
“Apa kau pelayan di baru?” Chorong sedikit mengajak
bercanda. Dan tawa kecil pun pecah di antara mereka.
“Bagaimana kabar mu?” ucap Gikwang.
“Baik. Kau sendiri?”
“Seperti yang kau lihat. Bagaimana
dengan Naeun?”
“Dia baik. Kau merindukannya?” Chorong menanyakan hal itu
karena ia tau bahwa Gikwang telah lama menyukai adiknya. Dan Gikwang hanya
tersenyum tipis tanda bahwa ia memeang merindukan Naeun.
“Jika kau merindukannya,
seharusnya kau bertemu dengan dia. Lalu apa yang akan kau bicara kan dengan
ku?” Chorong
kembali bertanya.
Sebelum menjawab pertanyaan Chorong,
Gikwang mengambil cangkir kopi di hadapannya dan menyesapnya sedikit dan
meletakkannya kembali. Gikwang menarik nafas dalam dan menghembuskannya
perlahan. Ia menatap mata Chorong lekat-lekat dan Chorong sendiri merasa
sedikit aneh.
“Chorong, dengarkan aku
baik-baik. Aku tak akan mengulang kata-kata ku dan hal ini sangat penting
sekali” ucapan
Gikwang tenang, penuh dengan penekanan dan membuat Chorong hanya mengangguk
pelan. Ia telah terhipnotis oleh Gikwang.
“Sampaikan pada Naeun, dia harus
menemui ku pukul 10 pagi, besok di bandara. Apa pun yang akan terjadi pada
Naeun, kau harus mempercayai ku dan menyerahkannya pada ku. Karena Naeun adalah
takdir ku, dan kau tak bisa mengelak dari takdir” Gikwang diam melihat respon
Chorong.
“Aku akan mempercayai mu apapun
yang terjadi pada Naeun, karena Naeun adalah takdir mu” Chorong mengucapkan kalimat itu
dengan nada datar.
“Kau akan melupakan ucapan ku
tadi setelah aku meninggalkan mu di sini, dan kau akan mengingatnya setelah
mendengar bunyi dentang jam yang menunjukkan pukul 9 pagi esok. Dan sejak saat
itu, kau telah menyerahkan Naeun pada ku. HA NYA KE PA DA KU” Gikwang memberikan tekanan pada
kalimat terakhir.
“Aku akan melupakannya dan aku akan
mengingatnya kembali. Hanya pada mu ku serahkan dan mempercayai mu untuk Naeun” Chorong benar-benar seperti
berbicara pada seorang tuannya. Gikwang merasa puas dan ia meninggalkan
Chorong.
Setelah accord hitam meninggalkan
cafe. Chorong menyesap secangkir kopinya dan menghela nafas panjang. Ia bangkit
dan meninggalkan cafe. Dan Chorong telah menganggap percakapannya dengan
Gikwang tadi adalah percakapan biasa dan Chorong telah berfikir bahwa Gikwang
pergi karena ada urusan kerja.
Hipnotis Gikwang akan bekerja pada
pukul 9 pagi esok. Di mana Chorong akan mengingat pesan Gikwang dan benar-benar
akan menyerahkan Naeun dan mempercayai Gikwang sepenuhnya apa pun yang akan
terjadi pada Naeun. dan Chorong tidak akan mengindahkan ucapan siapa pun. Tapi
untuk apa Naeun harus menemui Gikwang di bandara?
Gikwang melajukan accord hitamnya
dan senyuman puas menghiasi wajahnya.
“Sedikit lagi changi-yaa,
permainan ini akan berakhir dengan indah”
To
be continued...