Selasa, 30 September 2014

DESTINY chapter 8



DESTINY
Author : Dhytha
Main Cast : Naeun, Kai, Gikwang and another

Chapter 8
            Bukan sebuah penjelasan yang di terima Naeun, melainkan sebuah ciuman lembut. Bibir kai menyapu lembut bibir Naeun dan membuat Naeun hanya diam. Naeun mencengkram rok nya dan menutup matanya seolah ia telah tenggalam dalam ciuman manis yang telah di berikan Kai. Namun tidak untuk waktu yang lama. Naeun mendorong tubuh Kai dan menjauhinya beberapa langkah ke belakang.

“Usaha yang bagus Kim Jong In” Naeun mengusap bibirnya dengan punggung tangannya.

“Kau tidak perlu khawatir, tidak akan ada korban lagi” ucapan Kai begitu meyakinkan, tetapi Naeun tak ingin begitu saja menaruh kepercayaan.

“Kau ingin aku mempercayai ucapan mu?” Naeun berkacak pinggang.

“Terserah” Kai hanya menjawab dengan satu kata dan berjalan ke arah mobilnya di parkir. Ia mengambil tas Naeun dan menyerahkannya pada Naeun.

“Taman ini dekat dengan rumah mu kan?” Kai bertanya seraya menyerahkan tas Naeun.

“Berjalan kaki sepuluh menit kau akan sampai rumah. Mianhe, aku tak bisa mengantar mu sampai depan rumah” Kai meninggalkan Naeun, Naeun menyunggingkan senyum kesal karena Kai bisa-bisanya meninggalkannya begitu saja.

“Yaak! Kim Jong In-ah!” Naeun berteriak agar Kai kembali. Namun teriakan Naeun sia-sia.

“Aku akan selesaikan sisa nya. Percayalah permainan ini akan berakhir” ucap Kai sebelum 
benar-benar meninggalkan Naeun dan pergi bersama cheverolet kuningnya.

“Aish! Jinja! Napeun namja!” Naeun mengumpat Kai. Namun Kai tidak akan mendengarnya.
***
            Kai memberhentikan cheverolet kuningnya di sebelah accord hitam yang terpakir di hadapan sungai han. Gikwang berdiri menghadap sungai dengan kedua tangan di sembunyikan di balik saku celana hitamnya. Kai keluar dari mobil dan berjalan mendekat Gikwang. Tiba-tiba sebuah bogem mentah Gikwang mendarat di wajah Kai sebelah kanan dan membuat sudut mulut kanan Kai mengeluarkan sedikit darah. Tidak melawan, Kai malah menyunggingkan senyum sinis dan mengusap darah yang keluar dari sudut mulutnya.

“Kenapa kau melakukannya?” suara Gikwang parau, ia benar-benar marah.

“Karena aku ingin” jawaban Kai benar-benar enteng.

“Michoseo!” satu bogeman lagi Gikwang arahkan ke wajah kiri Kai. Mata kiri Kai lebam.

“Kau yang sudah gila!” Kai mencengkram kerah baju Gikwang dan menatap tajam mata Gikwang.

“Membunuh. Apa itu yang kau katakan sebagai perlindungan?” ucapan Kai dingin dan menusuk ke setiap celah telinga Gikwang.

“Aku tidak membunuh!” Gikwang berusaha melepaskan cengkraman tangan Kai yang begitu kuat dari kerah bajunya.

“Nde, kau tidak membunuh. Kau hanya merasuki alam bahwa sadarnya. Kau tidak lebih dari seorang psikopat!” Kai melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga Gikwang terdorong sedikit ke belakang.

“Kau ingin jawaban kenapa aku melakukannya?” Kai kembali ke topik kenapa Kai mencium Naeun. Gikwang tidak menjawab, ia hanya mengepalkan tangannya semakin kuat.

“Karena aku tau, kau tak akan membunuh ku. Naeun tak ingin ada korban lagi. Dia sudah tau kalau kau adalah pelaku di balik semua permainan ini” Kai berusaha mengatur nafas. Lagi-lagi Gikwang hanya terdiam.

“Kau menyesal? Karena Naeun telah mengetahui semua?”

“Sama sekali tidak” jawaban Gikwang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, namun justru menunjukkan kepuasan. Sebuah senyum tipis tanda kemenangan terulas di wajahnya.

“Dia ingin permainan ini berakhir? Baiklah, tinggal satu langkah lagi maka, permainan ini akan berakhir” lanjut Gikwang penuh dengan tekad dan entah rencana apa lagi yang telah ia susun.

“Lebih cepat kau mengambil langkah itu, lebih baik” sahut Kai dan melangkah pergi meninggalkan Gikwang dan sungai han. Menginjak pedal gas dan kembali menyusuri jalan, pulang ke rumah.
***
            Keesokan harinya. Sungyeol menghadap Xiumin, kepala karyawan di mall Infinite. Ia menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai karyawan. Sebenarnya Xiumin masih menyayangkan bahwa Sungyeol harus dengan tiba-tiba mengundurkan diri.

“Apa keputusan mu ini sudah bulat?” Xiumin menanyakan lagi keputusan Sungyeol.

“Nde. Aku harus berhenti dan melanjutkan sekolah ku di Amerika” jawab Sungyeol tegas dan tenang.

“Baiklah, sepertinya kau sudah membangun benteng cukup kuat agar siapa pun tidak bisa merobohkan benteng keputusan mu untuk berhenti bekerja di sini” ucapan Xiumin benar-benar merasa kehilangan. Tentu saja, Sungyeol adalah pegawai teladan yang di sayangi Xiumin.

“Gamsahamnida. Aku tidak akan melupakan semua kebaikan mu” Sungyeol memberikan ucapan terima kasih dan salam perpisahan. Xiumin bangkit dari tempat duduknya yang nyaman dan mendekat pada Sungyeol dan memeluknya. Xiumin tampak seperti memeluk tiang, mengingat tubuh Sungyeol yang lebih tinggi darinya.

            Beberapa menit kemudian Sungyeol keluar dari ruangan Xiumin dan ia bertemu dengan Sehun. Sehun menyeretnya ke tangga darurat.
“Kau benar-benar ingin pergi?” Sehun bertanya dengan perasaan akan kehilangan seorang sahabat.

“Nde. Uljima” Sungyeol menepuk bahu Sehun, agar Sehun tegar dan tidak mengeluarkan air mata.

“Kenapa begitu tiba-tiba?” Sehun bertanya lagi dan berusaha tegar untuk tidak mengeluarkan air mata.

“Ini tidak tiba-tiba. Aku sudah merencanakannya. Ini impian ku, aku tidak bisa melewatkannya begitu saja” ucapan Sungyeol membuat Sehun percaya begitu saja. Sehun menunduk terdiam.

“Jaga dirimu baik-baik. Gomawo, untuk selama ini. Kau sudah menjadi teman yang baik. Aku tidak akan melupakan mu” Ucap Sungyeol menyampaikan salam perpisahan. Ia berbalik,

“Aku tidak akan pernah mengatakannya pada siapa pun, bahwa kau telah memasuki ruang pemutaran iklan pada malam itu. Kenapa kau masih tetap akan pergi?” Sehun mengucapkan kalimat yang membuat Sungyeol menghentikan langkahnya.

“Tentu saja kau tidak akan mengatakannya, karena kau adalah teman baik ku. Mianhe hajiman, ini sudah keputusan ku” senyum tipis menghiasi wajah Sungyeol. Ia pun pergi meninggalkan Sehun. Meninggalkan mall Infinite dan Seoul. Dan menuju ke Amerika.
***
            Hari ini Minhyuk tidak masuk sekolah. Ia terlalu malu untuk bertemu dengan Naeun dan yang lainnya. Mengingat bahwa hyung nya lah yang berada di balik permainan konyol ini. Minhyuk keluar dari rumahnya dan membawa pergi hyundai biru nya.

            Dua puluh menit kemudian, ia memberhentikannya mobilnya di sebuah lobbi hotel. Ia turun dan berjalan melewati pintu masuk menuju lift. Ia menekan tombol lantai 32 tempat kantor Minhyuk berada. Tak lama kemudian, Minhyuk sudah berada di lantai 32 dan menerobos masuk ke dalam kantor Gikwang. Ia tidak peduli dengan sekretaris Gikwang yang sudah melarangnya masuk karena di dala ruangan masih ada tamu. Dengan kasar Minhyuk membuka pintu dan semua orang yang ada di dalam ruangan terkejut.

            Gikwang sedikit kaget dan merasa tidak enak dengan kliennya. Ia pun meminta maaf dan ia membuat janji akan bertemu kembali besok. Klien Gikwang meninggalkan ruangan dengan melewati Minhyuk yang masih berdiri di ambang pintu. Setelah semua pergi dan tinggal Minhyuk dan Gikwang saja yang berada di ruangan. Minhyuk meleparkan surat misterius di hadapan meja Gikwang.

“Bagaimana kau akan menjelaskan ini?” suara Minhyuk dingin penuh emosi.

“Kau juga mengetahuinya?” suara Gikwang santai.

“Jawab pertanyaan ku!” Minhyuk menatap tajam hyung nya. Seumur hidupnya, ia tak pernah semarah ini dengan kakaknya.

“Kau ingin aku menjelaskan semuanya?” Gikwang seperti mengulur-ulur waktu untuk menjawab pertanyaan Minhyuk.

“Ku rasa kau sudah mengetahuinya semua, lalu untuk apa kau meminta ku untuk menjelaskan lagi?” Gikwang berdiri mendekat Minhyuk.

“Seharusnya Jiyeon tau, kalau psikopat itu bukanlah Naeun. Melainkan kau hyung!”

“Jiyeon?” Gikwang mengulang nama Jiyeon.

“Karena ulah mu lah, Naeun mendapatkan julukan psikopat. Sadarkah kau hyung? kau tidak pernah melindunginya selama ini. Anggapan kau melindunginya benar-benar salah! Kau hanya justru membuatnya ia semakin rapuh!”

“Hentikan!” Gikwang membentak Minhyuk yang belum selesai bicara. Ia tak mau mendengar ucapan Minhyuk lagi.

“Naga! Kka!” Gikwang menyuruh Minhyuk keluar, ia tak mau melihatnya lagi. Dengan kasar Minhyuk membanting pintu dan meninggalkan Gikwang bersama dengan keheningan. Gikwang memijat keningnya. Merasa kesal dan meraih gelas di atas meja dan membantingnya.
***
            Chorong hari ini ijin tidak bekerja. Ia beralasan ada kepentingan yang mendesak. Namun sebenarnya ia sedang bingung, memikirkan percakapan pada malam saat Woohyun menemuinya.

Flashback
            Woohyun memasuki rumah Chorong. Ia melihat setiap sudut rumah Chorong. Sangat tertata rapi. Chorong melangkahkan kakinya menuju dapur dan membuat dua gelas coklat hangat. Sepuluh menit kemudian, Chorong bersama dua gelas coklat hangat menghampiri Woohyun yang sedang duduk bersantai di halaman samping menatap malam yang bertabur sedikit bintang.

“Udaranya di sini enak” ucap Woohyun menerima segelas coklat hangat. Chorong duduk di sampingnya.

“Nde, aku sering menghabiskan waktu ku di sini” Chorong menyesap coklat hangatnya.

“Bagaimana perjalanan bisnis mu?” Chorong bertanya dan meletakkan gelasnya di atas meja.

“Cukup menyenangkan dan meneganggkan”

“Kau pasti tegang saat kau presentasi dan kau pasti senang saat presetasi mu di terima baik dan mereka menyetujui untuk tanda tangan kerja sama” tebakan Chorong seolah-olah menjadi hiburan bagi Woohyun. Woohyun tersenyum tipis.

“Sampai kapan kau akan bekerja di sana?” ganti Woohyun yang melemparkan pertanyaan.

“Entahlah, sampai aku bosan. Mungkin” jawaban Chorong tak pasti. Woohyun meletakkan gelasnya dan meraih tangan Chorong. Ia melihat tak ada cincin yang melingkar di jari Chorong. Jadi waktu itu Hoya belum mengatakan apa-apa, batin Woohyun.

“Tinggalah di sisi ku” Woohyun meminta. Ia mengeluarkan kotak kecil dari saku jasnya dan membuka kotak kecil berwarna hitam itu. Sebuah cincin berlian. Woohyun dengan perlahan menyematkan cincin berlian itu di jari manis Chorong.

“Menikahlah dengan ku” suara Woohyun lembut dan benar-bnar memohon untuk Chorong meneria permintaannya. Chorong hanya terdiam, senyum tipis rasa haru menyelimutinya. Ia menunduk dan menteskan air mata. Woohyun memegang dagu Chorong untuk menatapnya lebih dekat. Chorong tak mampu untuk berkata-kata lagi. Woohyun menyapu bibir lembut Chorong dengan bibirnya. Dan malam itu menjadi malam panjang bagi mereka berdua dengan ciuman di bawah malam yang bertabur bintang.
 Flashbackend

           Chorong menatap jari manisnya yang telah terhiasi oleh cincin berlian dari Woohyun. Chorong mendekap dirinya untuk mengusir rasa bingungnya. Namun itu hanya sementara. Ia pun berjalan menaikai tangga dan masuk ke dalam kamar.
***
            Zelo menatap Naeun dari ambang pintu kelas IIIA. Ia ingin Naeun menjelaskan apa maksud perkataannya kemarin. Zelo memasuki kelas IIIA dan meraih tangan Naeun. Bomi dan Eunji melotot melihat tingkah Zelo.

“Apa yang kau lakukan?” Naeun menatap tangannya yang telah di cengkram Zelo dan kemudian menatap Zelo.

“Kita harus bicara” Zelo menarik Naeun keluar dari kelas dan berjalan menyusuri koridor kelas hingga sampai pada taman samping kelas III.

“Sepenting itukah sampai kau harus menyeret ku ke sini?” Naeun melepaskan cengkraman tangan Zelo.

“Jelaskan, apa maksud perkataan mu kemarin” Zelo tak mau berbelit-belit lagi. Naeun terdiam sejenak berusaha mengingat.

“Kemarin?” Naeun berusaha menggali memorinya tentang apa yang telah ia katakan pada Zelo kemarin.

“Kita teman dan kau tak ingin itu berubah sampai kapan pun. Apa kau pernah menganggap aku bukan teman mu lagi?” Zelo melemparkan pertanyaan.

“Itu bisa terjadi bukan? Aku hanya ingin kau tidak, menaruh perasaan apa pun terhadap ku” jawab Naeun.

“Waeyo?” Zelo ingin penjelasan.

“Yura menyukai mu, aku tidak ingin terjadi salah paham. Dia sudah lama menyukai mu” Naeun akhirnya mengatakan hal yang menjadi rahasia Yura selama ini.

“MWO?” Zelo tidak percaya bahwa selama ini Yura telah menyukainya.

“Sebaiknya itu kau selesaikan sendiri dengannya. Urusan kita selesai” Naeun melangkah pergi meninggalkan Zelo yang masih diam berdiri dengan rasa tidak percaya yang menyerangnya begitu tiba-tiba.

          Saat Naeun akan kembali ke kelas, ia bertemu dengan Kai dan berhenti. Mereka berdua saling bertukar pandang. Kai mengedipkan satu matanya dengan senyum menggoda, namun yeoja yang di belakang Naeun yang kegeeran. Naeun tau bahwa senyum menggoda Kai sedang di tujukan padanya tapi Naeun mengacuhkannya, dan pergi begitu saja.
***
            Gikwang duduk di meja kerjanya, merenungkan ucapan Minhyuk. Separuh dari hati Gikwang ia merasa bersalah, separuhnya lagi ia merasa puas. Menurutnya kematian Minho, Taemin dan Min Ah adalah bukan kesalahannya. Itu sudah menjadi takdir mereka. Begitu pula dengan kelahiran Naeun di dunia ini adalah untuknya.

           Ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan foto Naeun yang mengenakan seragam sekolah menengah pertama. Dan di samping foto itu, terdapat kotak kecil yang berisi kalung putih dengan love dan bintang sebagai liontinnya. Tak lama melihat kedua benda itu, Gikwang mengembalikannya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jas nya. Ia menghubungi nomor Chorong.

           Enam puluh menit kemudian. Accord hitam terparkir manis di depan sebuah cafe. Gikwang duduk dengan secangkir kopi di depannya. Tap tap tap, langkah kaki dari sepatu high hells mendekati Gikwang.

“Annyeong” Chorong menarik kursi di depan Gikwang, dan duduk manis di hadapannya.

“Waseo” Gikwang menyambutnya dengan senyuman dan mendapatkan jawaban anggukan dari Chorong.

“Kau ingin pesan apa?” Gikwang bertanya sambil melihat menu yang tertera di bar tender.

“Apa kau pelayan di baru?” Chorong sedikit mengajak bercanda. Dan tawa kecil pun pecah di antara mereka.

“Bagaimana kabar mu?” ucap Gikwang.

“Baik. Kau sendiri?”

“Seperti yang kau lihat. Bagaimana dengan Naeun?”

“Dia baik. Kau merindukannya?” Chorong menanyakan hal itu karena ia tau bahwa Gikwang telah lama menyukai adiknya. Dan Gikwang hanya tersenyum tipis tanda bahwa ia memeang merindukan Naeun.

“Jika kau merindukannya, seharusnya kau bertemu dengan dia. Lalu apa yang akan kau bicara kan dengan ku?” Chorong kembali bertanya.

           Sebelum menjawab pertanyaan Chorong, Gikwang mengambil cangkir kopi di hadapannya dan menyesapnya sedikit dan meletakkannya kembali. Gikwang menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia menatap mata Chorong lekat-lekat dan Chorong sendiri merasa sedikit aneh.

“Chorong, dengarkan aku baik-baik. Aku tak akan mengulang kata-kata ku dan hal ini sangat penting sekali” ucapan Gikwang tenang, penuh dengan penekanan dan membuat Chorong hanya mengangguk pelan. Ia telah terhipnotis oleh Gikwang.

“Sampaikan pada Naeun, dia harus menemui ku pukul 10 pagi, besok di bandara. Apa pun yang akan terjadi pada Naeun, kau harus mempercayai ku dan menyerahkannya pada ku. Karena Naeun adalah takdir ku, dan kau tak bisa mengelak dari takdir” Gikwang diam melihat respon Chorong.

“Aku akan mempercayai mu apapun yang terjadi pada Naeun, karena Naeun adalah takdir mu” Chorong mengucapkan kalimat itu dengan nada datar.

“Kau akan melupakan ucapan ku tadi setelah aku meninggalkan mu di sini, dan kau akan mengingatnya setelah mendengar bunyi dentang jam yang menunjukkan pukul 9 pagi esok. Dan sejak saat itu, kau telah menyerahkan Naeun pada ku. HA NYA KE PA DA KU” Gikwang memberikan tekanan pada kalimat terakhir.

“Aku akan melupakannya dan aku akan mengingatnya kembali. Hanya pada mu ku serahkan dan mempercayai mu untuk Naeun” Chorong benar-benar seperti berbicara pada seorang tuannya. Gikwang merasa puas dan ia meninggalkan Chorong.

Setelah accord hitam meninggalkan cafe. Chorong menyesap secangkir kopinya dan menghela nafas panjang. Ia bangkit dan meninggalkan cafe. Dan Chorong telah menganggap percakapannya dengan Gikwang tadi adalah percakapan biasa dan Chorong telah berfikir bahwa Gikwang pergi karena ada urusan kerja.

           Hipnotis Gikwang akan bekerja pada pukul 9 pagi esok. Di mana Chorong akan mengingat pesan Gikwang dan benar-benar akan menyerahkan Naeun dan mempercayai Gikwang sepenuhnya apa pun yang akan terjadi pada Naeun. dan Chorong tidak akan mengindahkan ucapan siapa pun. Tapi untuk apa Naeun harus menemui Gikwang di bandara?

           Gikwang melajukan accord hitamnya dan senyuman puas menghiasi wajahnya.
“Sedikit lagi changi-yaa, permainan ini akan berakhir dengan indah”

To be continued...

Senin, 29 September 2014

FF DESTINY chapter 7








Chapter 7
            Naeun menatap foto Gikwang di atas meja dengan rasa tidak percaya. Bagaimana bisa Gikwang adalah orang yang bertanggung jawab di balik semua kejadian ini. Meskipun Naeun telah memperoleh jawaban siapa pelakunya. Namun Naeun masih belum puas, masih banyak pertanyaan di dalam benaknya. Dan kenapa Kai dan L hanya memberikan klu dengan kata-kata aneh. Kenapa mereka tidak mencegah tindakan Gikwang oppa jika mereka tahu kalau Gikwang oppa lah pelakunya.
“Pasti banyak pertanyaan di dalam benak mu Son Naeun” Kai berdiri menuju lemari es dan mengambil sekaleng coke.
“Banyak sekali sampai aku tak tau harus memulainya dari mana” Naeun menjatuhkan dirinya di sofa dan menghela nafas panjang. Kedua tangannya menutup wajahnya.
“Mudah saja, sekarang... pertanyaan apa yang paling ingin kau tanyakan?” L melipat kedua tangannya dan bersandar pada sisi tembok sebelah kanan dekat rak buku.
“Bagaimana kalian bisa tahu Gikwang oppa pelakunya?” Satu pertanyaan di lemparkan Naeun.
“Bukankah kau telah melihat buku catatan Minhyuk? Kau bilang sendiri bahwa tulisan itu mirip. Jika di ingat Minhyuk dan Gikwang adalah saudara. Wajar saja jika tulisan mereka berdua mirip” L mencoba menjabarkan. Dan jawaban L diterima dengan logis oleh Naeun.
“Apa tujuan Gikwang oppa melakukan itu semua?” pertanyaan kedua.
“Dia ingin melindungi orang yang ia cintai” jawab Kai singkat.
“MWO?” Naeun menyipitkan matanya tanda heran.

Flashback
Lima tahun yang lalu.
            Di sebuah sekolah hipnotis. Gikwang sedang berbicara dengan seorang kakek yang menjadi guru hipnotisnya. Kakek itu adalah kakek Baek Suzy, pemilik sekolah hipnotis ini. Kakek Suzy sangat menyukai Gikwang dan menjadikan dia sebagai murid kesayangannya. Karena kemampuan Gikwang. Di usianya yang masih di bilang masih sangat muda, Gikwang sudah menguasai berbagai cara menghipnotis. Gikwang menjadi senior Kai dan L myung soo. Kai dan L masuk ke sekolah hipnotis saat usia mereka 11 tahun. Jadi Kai dan L jauh lebih mengenal Gikwang terlebih dahulu sebelum akhirnya mereka bertemu satu sekolah SMA. 

            Kai dan L senang belajar ilmu hipnotis dan magis lainnya pada Gikwang. Dan sampai akhirnya Gikwang bercerita tentang perempuan yang di sukainya.
“Lihatlah yeoja ini. Dia cantik kan?” Gikwang mengeluarkan foto dari sakunya.
“Wah, yeopeuda” L menyahuti.
“Yeoja ini adalah takdir ku” ucap Gikwang yakin.
“Takdir?” Kai mengulang kata-kata Gikwang.
“Ya, dia terlahir karena aku terlahir. Itu artinya sampai kapan pun kita harus bersama” sorot mata Gikwang lurus kedepan karena yakin dengan ucapannya.
“Keundae hyung, Jika dia ternyata bukan takdir mu? Bagaimana kau” ucapan L langsung di potong oleh Gikwang.
“Berbagai cara akan ku tempuh demi orang yang aku cintai. Siapa pun tidak boleh menyakiti hati orang yang aku cintai. Dan jika ada yang berani melakukannya, dia akan mati”
Flashback end
***
            Sungyeol dan Woohyun masih berada di cafe. Woohyun memikirkan beberapa cara agar Sungyeol tidak di curigai. Sembari memikirkan cara yang efektif, Woohyun meminta penjelasan bagaimana bisa ia mengetahui bahwa Gikwang lah yang memberikan iklan subliminal kepada Hoya.
“Ottoeke arra?” Woohyun mengajukan pertanyaan, agar Sungyeol bisa menjelaskan secara detail.
“Teman sekamar ku L myung soo adalah junior dari Gikwang di sekolah hipnotis. L myung soo lah yang memberi tahu ku tentang iklan subliminal itu. Setelah aku mengecek di ruang pemutaran iklan dan bahwa itu benar adalah iklan subliminal. Barulah L myung soo memberi tahukan semua tentang hubungan Gikwang dan Hoya” jelas Sungyeol yang sangat diterima Woohyun.
“Baiklah, aku mengerti. Aku akan mempersiapkan tiket pesawat untuk mu ke Amerika besok. Persiapkan diri. Kau tau maksud ku kan?” ucap Woohyun mantap.
“Nde algyeseumnida. Keundae Woohyung-nim, kemarin Chorong pergi bersama Hoya. Ada kemungkinan kalau” Sungyeol tidak berani untuk meneruskan kalimatnya.
“Ah-araseo” Woohyun berusaha tampak tenang namun raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa kekhawatirannya.
***
            Minhyuk, Zelo, Eunji dan Bomi telah menunggu Naeun di perpustakaan. Namun sama sekali tidak ada tanda-tanda Naeun kembali ke perpustakaan.
“Aku akan melihatnya” Bomi memutuskan untuk mengecek ke toilet. Dan ia hanya menerima jawaban anggukan dari Minhyuk, Zelo dan juga Eunji. Setelah mengecek ke toilet wanita. Bomi kembali ke perpustakaan dengan tergesa-gesa.
“Naeun” nafas Bomi tersengal-sengal karena berlari dari toilet ke perpus. Otomatis semuanya panik. Mereka begitu saja meninggalkan perpustakan dan menacri keberadaan Naeun. Zelo berusaha menguhubungi ponsel Naeun tapi sia-sia. Ponsel Naeun tertinggal di loker. Mereka berempat akhirnya memutuskan untuk berpencar mencari Naeun tapi Jiyeon menghentikan aktifitas mereka.
“Mwoya? Kalian sedang main petak umpet? Aku boleh ikut? Siapa yang jaga? Aku tidak melihat psikopat? Apa dia yang jaga?” ucapan Jiyeon sangat jelas membuat jengkel teman-teman Naeun. dengan hati yang penuh amarah, Eunji menghampiri Jiyeon dan menampar pipi Jiyeon dengan keras-keras.
“Yaak! Michoseo!” Jiyeon berteriak tak terima bahwa Eunji telah menampar pipinya. Dan Jiyeon ingin membalas tamparan Eunji, namun dengan cepat Eunji menahan tangan Jiyeon yang akan mendarat ke pipinya.
“Tarik ucapan mu tentang Naeun seorang psikopat!” ucap Eunji dingin dan menciptakan ketegangan di sepanjang koridor kelas.
“Sireo!” Jiyeon mengelak dan Eunji semakin memperkuat cengkraman tangannya dan membuat tangan Jiyeon sakit.
“Lepaskan tangan ku!” Jiyeon berusaha untuk melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Eunji.
“Lepaskan dia!” Naeun berteriak menyuruh Eunji untuk melepaskan tangan Jiyeon.
“Naeun? Gwaencahanaseyeo? Oedigayeo?” Bomi menghampiri Naeun dan memeriksa setiap inci tubuh Naeun untuk memastikan Naeun tidak apa-apa. Namun Naeun tidak menghiraukan Bomi dan mendekati Eunji yang masih mencengkram tangan Jiyeon. Naeun melepaskan cengkraman itu.
“Kau membelanya?” Eunji tak percaya bahwa ia malah membela Jiyeon yang sudah mengatainya psikopat.
“Anni” jawab Naeun singkat, bola matanya saling bertemu dengan bola mata Eunji.
“Geuraseo?” Eunji menanyakan alasannya.
“Aku tak ingin ada korban lagi” jawaban singkat yang membuat Eunji tak mengerti maksud Naeun. kata-kata korban, seolah-olah tuduhan Jiyeon bahwa Naeun adalah seorang psikopat adalah 100% benar. 

           Naeun, Kai, L, Bomi, Eunji, Minhyuk dan juga Zelo kini telah berkumpul di basechamp. Suasana sedang tegang. Mereka saling diam sampai akhirnya Eunji angkat bicara terlebih dahulu.
“Apa maksud perkataan mu tadi?” Eunji bertanya pada Naeun.
“Baca ini” Naeun menyodorkan surat misterius itu pada Eunji dan Eunji membacanya. Awalnya Eunji merasa takut kemudian ia tertawa kecil.
“Lelucon apa ini?” Eunji melepar surat itu dan di tangkap oleh Bomi yang juga penasaran dengan isinya.
“Ini bukan lelucon” ucap Kai. Ia mendekat pada Eunji dan menatap mata Eunji lekat-lekat.
“Surat pertama di kirimkan saat sebelum Taemin tewas. Surat kedua di kirimkan saat sebelum Minho tewas. Tulisan tangan mereka sama. Dan surat misterius itu benar-benar telah merenggut nyawa orang yang telah menyakiti hati Naeun. apa ini masih bisa di sebut lelucon?” kata-kata logis Kai mulai merasuki pikiran Eunji dan Eunji pun berusaha untuk mencernanya.
“Chakaman! Tulisan ini, bukankah ini seperti tulisan mu Minhyuk?” Bomi yang ikut membaca surat itu baru menyadari bahwa tulisan tangan surat itu mirip dengan tulisan tangan Minhyuk.
“Keundae, Minhyuk aniya” L menjelaskan bahwa bukan Minhyuk pelakunya. Minhyuk menyahut surat itu dari tangan Bomi.
“Ini tulisan Gikwang hyung” Minhyuk tertegun bahwa surat misterius itu adalah tulisan tangan hyung nya sendiri.
“Aish! Ini benar-benar gila!” Eunji mengumpat sebagai rasa tidak percaya.
“Baiklah, siapa yang bisa menjelaskan permainan ini?” Eunji melemparkan pertanyaan dengan berkacak tangan.
 “Tidak satu pun!” jawab Kai dingin.
“Kecuali Gikwang hyung”
***
            Woohyun dan Sungyeol telah meninggalkan cafe. Woohyun masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi. Ia menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas meninggalkan cafe. Hoya, Gikwang dan iklan subliminal itu terus menerus memutari pikirannya saat ini. Dan mendengar yeoja yang ia cintai selama ini kemarin telah menghabiskan waktu bersama dengan Hoya, membuatnya semakin tak bisa untuk berfikir jernih. Sambil terus mengemudikan mobil CRV hitamnya, ia berfikir apa yang harus ia lakukan. Menemui Gikwang meminta penjelasan? Rasanya tidak mungkin jika dilakukan sekarang. Menemui Hoya dan memintanya untuk menjahui Chorong? Tidak juga. Dan sampai akhirnya ia memakirkan mobilnya tepat di depan gedung yang menjulang tinggi dengan aksen bangunan kuno dan bertuliskan HIPNOTIS HIGH SCHOOL. Sekolah ini benar-benar di design seperti layaknya film Harry Potter.

            Woohyun melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Ia berdiri sejenak menatap setiap inci sekolah itu dari tempatnya kini berdiri, sebelum akhirnya ia melangkah memasuki sekolah itu. Seorang yeoja memakai sepatu hag tinggi keluar dari sekolah itu dan berhenti menatap Woohyun. Woohyun menghentikan langkahnya yang baru dua langkah menjahui mobilnya.

            Woohyun dan Suzy berjalan menyusuri setiap koridor kelas. Pandangan mata Woohyun menelusuri setiap sudut sekolah.
“Kakek ku yang mendirikan sekolah ini” ucap Suzy, seolah-olah ia adalah tour guide Woohyun saat ini.
“Apakah dia sangat menyukai dunia magis dan sejenisnya hingga terbesit sebuah keinginan untuk mendirikan sekolah ini?” pertanyaan pertama telah dilemparkan oleh Woohyun.
“Seperti itulah. Dia orang yang ramah dan baik, semua anak didiknya sangat menyukainya. Semenjak kepergiannya sekolah ini menjadi sepi” Suzy seperti menggali memorynya untuk menceritakannya pada Woohyun.
“Pergi? Apa dia?” Woohyun menangkap kata-kata pergi sebagai ungkapan bahwa kakek Suzy telah meninggal.
“Bukan seperti itu. Ia menyerahkan sekolah ini pada ku, karena usianya yang semakin bertambah dan membuatnya menua. Ia pergi ke busan mengistirahatkan tubuhnya dan setiap pikirannya” jelas Suzy yang membuat Woohyun segera membuang anggapan bahwa kakek Suzy telah meninggal dunia.
“Keurom, kau bilang semua anak didiknya menyukainya, keundae pasti ada anak didiknya yang lebih di sayanginya. Bukan begitu?” pertanyaan kedua yang sudah dari tadi ingin Woohyun lemparkan pada Suzy.
“Nde, kau benar. Ada satu anak didiknya yang sangat ia sayangi, aku sangat iri padanya. Sebagai cucunya, kakek sudah berlebihan sayang kepada anak didiknya yang satu itu hingga hampir saja dia melupakan ku. Tapi aku tahu, kakek juga sangat menyayangi ku” tatapan Suzy memandang lurus ke depan seolah ia telah tenggelam dalam memory.
“Siapa anak didik itu?” pertanyaan Woohyun yang ketiga ini benar-benar to do point.
“Kau menanyakannya? Apa kau juga iri? Bahkan mengenal kakek ku saja kau belum. Apa cerita ku telah membuat mu terhayut ke dalam setiap keirian yang telah ku ceritakan?” ahli-ahli menjawab, Suzy justru melemparkan pertanyaan balik pada Woohyun. Tapi Woohyun tak menyerah sebelum ia mendapatkan jawabannya.
“Nuguya?” ucap Woohyun, tatapan matanya menunjukkan bahwa ia sudah tidak sabar untuk mendengar jawabannya.
“Lee Gikwang”
***
            Naeun berjalan dengan tas di tangan kanannya. Ia terlihat lelah karena permainan ini. Zelo memanggilnya berkali-kali dari belakang namun Naeun sama sekali tidak menanggapinya. Entah ia benar-benar tidak dengar atau ia pura-pura tidak dengar. Dan Zelo menarik tangannya menghentikan langkahnya.
“Zelo? Ada apa?” suara Naeun datar tampak seperti manusia yang tak ingin hidup lagi.
“Gwaenchanayeo?” raut wajah Zelo jelas sekali mengkhawatirkan Naeun.
“Nde, gwaenchana. Kau hanya ingin menanyakan itu?”
“Tunggu di sini, aku akan mengantar mu pulang” Zelo mengeluarkan kunci mobil dari sakunya dan berjalan menuju halaman parkir.
“Sireo” Naeun menolak dengan menarik tangan Zelo.
“Waeyo?” Zelo menatap Naeun dan ingin ia menjelaskan alasannya.
“Kita teman kan?” bukan sebuah penjelasan yang keluar dari mulut Naeun, melainkan sebuah pertanyaan.
“Kenapa kau bertanya seperti itu?” Zelo merasa heran dengan pertanyaan Naeun.
“Baiklah, entah apa yang aku akan katakan ini penting atau tidak tapi aku ingin kita tetap seperti ini. Berteman dan tidak akan melebihi itu sampai kapan pun” setiap ucapan yang Naeun keluarkan ia berusaha untuk tetap terlihat tenang.
“Naeun” Zelo belum mengerti arah pembicaraan Naeun. dan sebelum Naeun bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Yura di toilet tadi siang, mobil cheverolet kuning dengan dua pintu berhenti tepat di belakang Naeun berdiri. Kai keluar dari kursi pengemudi dan berteriak pada Naeun.

“Masuklah!” perintah Kai pada Naeun. Mendengarnya, Naeun hanya memberikan salam perpisahan pada Zelo dan membuka pintu mobil Kai, masuk dan duduk dengan nyaman di sebelah Kai. Kai menginjak pedal gas membawa cheverolet kuningnnya pergi meninggalkan sekolah. Sementara Zelo masih diam terpaku berdiri melihat mobil Kai semakin menjauhinya.
***
            Mobil CRV hitam telah terpakir tepat di depan rumah Naeun. Sinar matahari sebentar lagi akan bersembunyi, Chorong yang baru pulang kerja melihat Woohyun berdiri bersandar di kap depan mobilnya. Woohyun tersenyum bahagia begitu melihat Chorong. Tanpa menunggu, Woohyun menghamprinya dan memeluknya penuh dengan rasa rindu. Chorong masih tertegun dan dengan ragu ia membalas pelukkan Woohyun. Jujur saja di dalam lubuk hati Chorong, ia juga merindukan Woohyun dan entah kenapa ia lebih nyaman berada di pelukkan Chorong ketimbang berada di pelukkan Hoya.

            Woohyun melepaskan pelukkannya dan memegang bahu Chorong dan menatap mata Chorong lekat-lekat.
“Bogosipheo” ucap Woohyun dengan imbuhan kecupan manis yang mendarat di kening Chorong.
“Nado” suara Chorong lirih namun Woohyun masih bisa mendengarnya. Woohyun kembali memeluknya dan memejamkan mata. Ia teringat percakapannya dengan Suzy saat di sekolah tadi.

Flashback
“Kau mengenalnya?” Suzy bertanya pada Woohyun saat setelah mengatakan bahwa anak didik yang sangat di sayangi kakeknya bernama Lee Gikwang.
“Tidak” jawab Woohyun yang jelas berbohong. Entah apa tujuannya ia menutupi bahwa ia sebenarnya mengenal Gikwang.
“Sebagai namja ia sangat tampan. Aku pernah menyukainya tapi tidak untuk sekarang, setelah secara terang-terangan menolak ku dan membuat hati ku hancur seperti puzzle” Suzy berterus terang bahwa ia telah mengalami sebuah penolakan cinta oleh Gikwang.
“Dia menolak mu?” Woohyun tertegun bagaimana bisa Gikwang menolak wanita secantik dan se sexy Suzy. Jika ia Lee Gikwang ia akan menerima dan tidak akan menyia-nyiakannya dalam hati Woohyun berkata.
“Well, itu sangat memalukan bukan? Entah apa yang terbesit dalam otaknya, dia selalu memikirkan yeoja itu. Membuat ku semakin kesal saja” raut kecemburuan jelas terpancar di wajah Suzy.
“Yeoja? Jadi dia menolak mu karena dia menyukai yeoja lain?”
“Yeah. Kau benar! Terkadang otak ku tak waras dan hati ku yang sudah hancur seperti puzzle menyuruh ku untuk membunuhnya. Agar Gikwang bisa melihat ku” ucapan Suzy dingin seolah-olah ia benar-benar ingin membunuh yeoja yang lebih di cintai Gikwang melebihi siapa pun.
“Kejam sekali” Woohyun menanggapi santai.
“Entah pesona apa yang di miliki yeoja itu. Yang pasti ia sudah membuat Gikwang gila” Suzy seperti menemukan teman curhat baru, ia terus bercerita pada Woohyun. Dan Woohyun tetap menjadi pendengar setia. Namun terbesit pertanyaan siapakah Yeoja itu.
“Son Naeun, keinginan ku untuk menyikirkannya dari Gikwang sangat kuat ketika aku mendengar namanya” kalimat Suzy membuat Woohyun bungkam dan berdiri dalam ketidak pastian. Hal yang belum sanggup untuk Woohyun terima menjadi sebuah kenyataan.
“Sepertinya aku berbicara terlalu banyak, tak seharusnya kau mendengar semuanya. Mianhe” Suzy menyadari bahwa percakapannya dengan Woohyun, orang yang baru ia kenal terlalu dalam.
“Gwaechana” jawab Woohyun berusaha mencerna setiap kalimat yang sudah Suzy lontarkan dan yang membuatnya kini semakin kebingungan.
Flashbackend
***
            Kai memberhentikan mobilnya di tepi jalan sebelah taman. Ia keluar dan membukaan pintu untuk Naeun. Naeun keluar dan berdiri diam. Ia tak tahu mengapa Kai membawanya kemari. Setelah menutup pintu mobil dengan membantingnya, ia menyeret tangan Naeun dan mengajaknya ke taman.
“Apa yang kau lakukan?” Naeun berusaha melepaskan tangan Kai dan Kai melepaskannya saat setelah berada di taman.
“Kau mau apa? Apa yang membuat mu membawa ku ke sini?” Naeun melontarkan beberapa pertanyaan dan pandangan matanya waspada ke sekeliling taman.
“Kau muak dengan permainan ini?” tidak menjawab pertanyaan Naeun, ia justru melemparkan pertanyaan pada Naeun.
“Nde, aku sangat muak!” jawab Naeun to do point, ia tidak terlalu memusingkan dengan pertanyaannya yang tidak Kai jawab.
“Kau ingin permainan ini berakhir?”
“Jika aku tahu caranya, aku sudah menghentikannya”
“Baiklah, akan ku beri tahu caranya” ucapan Kai tanpa keraguan. Naeun menatap mata Kai lekat-lekat dan muncul rasa percaya yang teramat sangat pada ucapan Kai barusan, bahwa ia mengetahui jalan keluar untuk menghentikan permainan mengerikan ini. Naeun tidak berkata apa pun, ia menunggu Kai menjelaskan bagaimana caranya.

            Sebuah mobil Toyota Accord hitam berhenti tepat di depan mobil Kai. Gikwang menurunkan kaca mobilnya dan memandang Kai dan Naeun dari kejauhan. Kai melihat sekitar taman dan menangkap pandangan mata Gikwang yang menatap tajam ke arahnya. Ulasan senyum tipis yang sinis tersungging di pipi Kai. Naeun menarik dasi Kai agar cepat menjelaskan cara mengakhiri permainan ini. Bukan sebuah penjelasan yang di terima Naeun, melainkan sebuah ciuman lembut. Bibir kai menyapu lembut bibir Naeun dan membuat Naeun hanya diam. Naeun mencengkram rok nya dan menutup matanya seolah ia telah tenggalam dalam ciuman manis yang telah di berikan Kai. Ciuman ini terasa lebih lembut dari pada Gikwang yang melakukannya. Melihatnya itu semua Gikwang menutup kaca mobilnya dan membawa accord hitamnya menjauhi taman. Segumpal kemarahan telah muncul di benak Gikwang dan siap untuk meluap kapan saja.

To Be Continued....